Kasus Prita dan iPad Mengusik Rasa Keadilan
Beberapa hari lalu dan sampai hari ini, kasus iPad menjadi bahan pembicaraan dan berita di media-media dan menyusul kemudian lanjutan kasus Prita dimana Mahkamah Agung (MA) mengabulkan kasasi jaksa yang menangani kasus Prita. Dua kasus ini menarik untuk disimak, disamping karena menjadi bahan diskusi dan pembicaraan di media-media sosial di internet atau pembicaraan mulut ke mulut. Kasus-kasus ini mungkin berawal bukan dari niat untuk menjatuhkan seseorang atau sesuatu atau berniat melakukan perbuatan jahat.Memang hukum tidak melihat pada niat, akan tetapi hukum melihat perbuatan seseorang. Boleh saja kita tidak bermaksud buruk atau jahat, tetapi hukum melihat akibat perbuatan yang dilakukan seseorang bisa saja mengakibatkan sesuatu yang buruk untuk orang lain. Begitu juga saat seseorang berjualan dengan media internet, orang tersebut hanya berniat menjualnya satu per satu, tidak akan menyangka jika ada yang berminat membeli barang dalam jumlah besar sehingga merasa keuntungan besar yang cepat dapat diraih. Ya, niatnya hanya menjual, jika barang bisa laku dengan cepat, seseorang akan berpikir hal tersebut lumrah-lumrah saja.Kasus iPad dikatakan bahwa para terdakwa menjual barang iPad 3G WiFi 64GB tersebut secara online belum bersertifikat dan tidak memiliki buku manual berbahasa Indonesia. Para terdakwa menjualnya di jaringan internet di Kaskus, yang disebut-sebut sebagai jaringan terbesar yang digunakan oleh bangsa ini. Sedangkan kasus Prita diterima oleh MA dengan alasan bahwa perbuatan Prita melanggar UU-ITE.Mengusik Tujuan Hukum
Seyogyanya tujuan hukum adalah untuk kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan. Akan tetapi, saya berkeyakinan aturan yang mendekati sempurna atau aturan yang baik adalah aturan yang dapat menyelaraskan kepastian, keadilan dan kemanfaatan secara bersamaan atau sejalan. Aturan yang baik akan menjamin ketertiban, yang berarti seimbang antara kepastian, keadilan dan kemanfaatan.Kasus Prita dan iPad menjadi buah bibir. Mungkin tidak perlu jauh-jauh, kasus pencurian buah kakao oleh seorang nenek yang dulu pernah muncul juga menjadi buah bibir sebagian besar masyarakat Indonesia. Kesemua kasus ini menjadi buah bibir karena mengusik ‘rasa keadilan’ di masyarakat.Demi kepastian hukum kasus Prita dan iPad layak diproses. Bagaimana dengan sisi keadilannya? Pantaskah seorang nenek tua yang mencuri demi dapat makan hari itu dituntut, dihukum dan diadili bak pencuri uang negara bermilyar-milyar rupiah? Oh, ok, kasus ini telah ditutup.Kasus Prita pun mendapat perhatian sebagian besar masyarakat dan mendapat perhatian baik dari pimpinan tertinggi Pemerintahan yaitu Presiden dan wakil-wakil rakyat, DPR. Berdasarkan berita Kompas.com hari Kamis tanggal 4 Juni 2009, Presiden menanggapi dan meminta kasus ini diselesaikan dengan cara out of the court. Menurut saya, jika seorang Presiden menyatakan hal tersebut nyata-nyata di depan publik, seyogyanya jaksa memperhatikan hal tersebut.Bagaimana dengan kasus iPad? Seperti dinyatakan di atas, para terdakwa didakwa menjual produk belum bersertifikasi dan tidak memiliki buku manual berbahasa Indonesia. Bukankah seharusnya penjualan melalui online tersebut didasarkan atas asas konsensus dan mutual trust? Jika si pembeli mau menerima barang yang dijual baik dari segi harga, mutu produk dan segala isinya seharusnya sah bagi si pembuat transaksi. Mengapa penjual barang-barang telekomunikasi yang tidak memiliki buku manual berbahasa Indonesia, atau dalam istilah sehari-hari disebut BM (black market), yang beredar di toko-toko resmi tidak ditangkapi?Jika rasa keadilan terusik maka wibawa hukum akan berkurang di mata masyarakat. Hal ini logis karena masyarakat menaruh harapan besar kepada sistem hukum bersama komponen-komponennya untuk menjaga kenyamanan dan melindungi hak-hak warga negara. Jika gagal memenuhi tujuan hukum, maka akan mendapat reaksi dari masyarakat. Hukum yang berwibawa adalah hukum yang memenuhi ketiga tujuan hukum tersebut. Peraturan yang berkaitan dengan kasus-kasus yang mengusik keadilan masyarakat ini perlu terus mendapat perhatian dan ditindaklanjuti untuk diperbaiki sehingga mendapatkan suatu aturan yang seimbang dan selaras sehingga mencapai tujuan hukum sesungguhnya, sehingga tidak ditemukan lagi proses hukum yang mendapat reaksi dari masyarakat.
Kasus Prita dan iPad Mengusik Rasa Keadilan
Beberapa hari lalu dan sampai hari ini, kasus iPad menjadi bahan pembicaraan dan berita di media-media dan menyusul kemudian lanjutan kasus Prita dimana Mahkamah Agung (MA) mengabulkan kasasi jaksa yang menangani kasus Prita. Dua kasus ini menarik untuk disimak, disamping karena menjadi bahan diskusi dan pembicaraan di media-media sosial di internet atau pembicaraan mulut ke mulut. Kasus-kasus ini mungkin berawal bukan dari niat untuk menjatuhkan seseorang atau sesuatu atau berniat melakukan perbuatan jahat.
Memang hukum tidak melihat pada niat, akan tetapi hukum melihat perbuatan seseorang. Boleh saja kita tidak bermaksud buruk atau jahat, tetapi hukum melihat akibat perbuatan yang dilakukan seseorang bisa saja mengakibatkan sesuatu yang buruk untuk orang lain. Begitu juga saat seseorang berjualan dengan media internet, orang tersebut hanya berniat menjualnya satu per satu, tidak akan menyangka jika ada yang berminat membeli barang dalam jumlah besar sehingga merasa keuntungan besar yang cepat dapat diraih. Ya, niatnya hanya menjual, jika barang bisa laku dengan cepat, seseorang akan berpikir hal tersebut lumrah-lumrah saja.
Kasus iPad dikatakan bahwa para terdakwa menjual barang iPad 3G WiFi 64GB tersebut secara online belum bersertifikat dan tidak memiliki buku manual berbahasa Indonesia. Para terdakwa menjualnya di jaringan internet di Kaskus, yang disebut-sebut sebagai jaringan terbesar yang digunakan oleh bangsa ini. Sedangkan kasus Prita diterima oleh MA dengan alasan bahwa perbuatan Prita melanggar UU-ITE.
Mengusik Tujuan Hukum
Seyogyanya tujuan hukum adalah untuk kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan. Akan tetapi, saya berkeyakinan aturan yang mendekati sempurna atau aturan yang baik adalah aturan yang dapat menyelaraskan kepastian, keadilan dan kemanfaatan secara bersamaan atau sejalan. Aturan yang baik akan menjamin ketertiban, yang berarti seimbang antara kepastian, keadilan dan kemanfaatan.
Kasus Prita dan iPad menjadi buah bibir. Mungkin tidak perlu jauh-jauh, kasus pencurian buah kakao oleh seorang nenek yang dulu pernah muncul juga menjadi buah bibir sebagian besar masyarakat Indonesia. Kesemua kasus ini menjadi buah bibir karena mengusik ‘rasa keadilan’ di masyarakat.
Demi kepastian hukum kasus Prita dan iPad layak diproses. Bagaimana dengan sisi keadilannya? Pantaskah seorang nenek tua yang mencuri demi dapat makan hari itu dituntut, dihukum dan diadili bak pencuri uang negara bermilyar-milyar rupiah? Oh, ok, kasus ini telah ditutup.
Kasus Prita pun mendapat perhatian sebagian besar masyarakat dan mendapat perhatian baik dari pimpinan tertinggi Pemerintahan yaitu Presiden dan wakil-wakil rakyat, DPR. Berdasarkan berita Kompas.com hari Kamis tanggal 4 Juni 2009, Presiden menanggapi dan meminta kasus ini diselesaikan dengan cara out of the court. Menurut saya, jika seorang Presiden menyatakan hal tersebut nyata-nyata di depan publik, seyogyanya jaksa memperhatikan hal tersebut.
Bagaimana dengan kasus iPad? Seperti dinyatakan di atas, para terdakwa didakwa menjual produk belum bersertifikasi dan tidak memiliki buku manual berbahasa Indonesia. Bukankah seharusnya penjualan melalui online tersebut didasarkan atas asas konsensus dan mutual trust? Jika si pembeli mau menerima barang yang dijual baik dari segi harga, mutu produk dan segala isinya seharusnya sah bagi si pembuat transaksi. Mengapa penjual barang-barang telekomunikasi yang tidak memiliki buku manual berbahasa Indonesia, atau dalam istilah sehari-hari disebut BM (black market), yang beredar di toko-toko resmi tidak ditangkapi?
Jika rasa keadilan terusik maka wibawa hukum akan berkurang di mata masyarakat. Hal ini logis karena masyarakat menaruh harapan besar kepada sistem hukum bersama komponen-komponennya untuk menjaga kenyamanan dan melindungi hak-hak warga negara. Jika gagal memenuhi tujuan hukum, maka akan mendapat reaksi dari masyarakat. Hukum yang berwibawa adalah hukum yang memenuhi ketiga tujuan hukum tersebut. Peraturan yang berkaitan dengan kasus-kasus yang mengusik keadilan masyarakat ini perlu terus mendapat perhatian dan ditindaklanjuti untuk diperbaiki sehingga mendapatkan suatu aturan yang seimbang dan selaras sehingga mencapai tujuan hukum sesungguhnya, sehingga tidak ditemukan lagi proses hukum yang mendapat reaksi dari masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar