BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan
teknologi seiring berjalannya waktu selalu menghasilkan produk-produk baru atau
pengembangan dari produk-produk sebelumnya yang memiliki kealitas berbeda-beda.
Saat produk tersebut ingin dikenalkan dan dijual ke konsumen, maka perusahaan
membutuhkan merek. Menurut pasal 1 butir 1 Undang-Undang Merek 2001 diberikan
suatu definisi tentang merek yaitu tanda yang berupa gambar, nama, kata,
huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur
tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan
barang atau jasa.
Pemberian
merek untuk suatu produk dapat memberikan keuntungan yang lebih banyak kepada
perusahaan. Keuntungan yang diperoleh dari merek-merek terkenal juga
menimbulkan banyaknya pengusaha yang numpang nama atau menggunakan merek dagang
orang lain tanpa ijin si pemilik asli merek dagang. Alasannya seperti agar mudah dipasarkan mudah untuk bertransaksi jual beli. Perusahaan tidak
perlu mengurus nomor pendaftaran ke Dirjen HAKI. Mengurangi pengeluaran untuk membangun
citra produknya (brand image). Perusahaan tidak perlu membuat divisi
riset dan pengembangan untuk dapat menghasilkan produk yang selalu up
to date.
Kenyataan ini memang tidak bisa disangkal karena fakta dilapangan, dimana masyarakat
memiliki kriteria untuk mengkonsumsi suatu produk. Salah satu dari kriteria
tersebut melihat merek sebuah produk kemudian baru membelinya.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang masalah yang telah dijabarkan tentu dapat terlihat banayak hal yang peru
dibenahi. Berikut beberapa perumusan masalah yang akan dibahas:
- Bagaimana kasus plagiarisme bisa dan masih tetap terjadi dalam masyarakat.
- Bagaimana kasus penolakan dan tidak bisa didaftarkannya sebuah merek bisa terjadi.
- Bagaimana problem solving untuk kasus yang telah terjadi dimasyarakat dan cara pencegahannya.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Hak Merek
Terkait dengan berbagai kasus merek yang terjadi perlu
untuk diketahui apa pengertian dari merek itu sendiri. Pengertian dari merek
secara yuridis tercantum dalam pasal 1 ayat (1) UU No. 15 tahun 2001 yang
berbunyi :
“Merek adalah tanda yang
berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau
kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan
dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa”.
Selain
menurut batasan juridis beberapa sarjana ada juga memberikan pendapatnya
tentang merek, yaitu:
1. Rumusan dari H.M.N. Purwo Sutjipto, S.H., bahwa merek
adalah suatu tanda, dengan mana suatu benda tertentu dipribadikan, sehingga dapat
dibedakan dengan benda lain yang sejenis.
2. Rumusan
dari Prof. R. Soekardono, S.H., bahwa merek adalah sebuah tanda (Jawa: siri
atau tengger) dengan mana dipribadikan sebuah barang tertentu, di mana perlu
juga dipribadikan asalnya barang atau menjamin kualitas barang dalam
perbandingan dengan barang-barang sejenis yang dibuat atau diperdagangkan oleh
orang-orang atau badan-badan perusahaan lain.
3. Essel
R. Dillavou, Sarjana Amerika Serikat, sebagaimana dikutip oleh Pratasius Daritan,
merumuskan seraya memberikan komentar bahwa tidak ada definisi yang lengkap
yang dapat diberikan untuk suatu merek dagang.
Pengertian secara umum adalah suatu lambang, simbol,
tanda, perkataan atau susunan kata-kata di dalam bentuk suatu etiket yang
dikutip dan dipakai oleh seorang pengusaha atau distributor untuk menandakan
barang-barang khususnya, dan tidak ada orang lain mempunyai hak sah untuk
memakainya desain atau trade mark menunjukkan keaslian tetapi sekarang
itu dipakai sebagai suatu mekanisme periklanan.
Indonesia adalah negara hukum dan hal itu diwujudkan dengan berbagai
regulasi yang telah dilahirkan untuk mengatai berbagai masalah. Berkaitan
dengan kasus-kasus terkait merek yang banyak terjadi. Tidak hanya membuat
aturan-aturan dalam negeri, negeri seribu ini juga ikut serta dalam berbagai
perjanjain dan kesepakatan internasional. Salah satuya adalah meratifikasi
Kovensi Internasional tentang TRIPs dan WTO yang
telah diundangkan dalam UU Nomor 7 Tahun 1994 Tentang
Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan
Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) sesuai dengan kesepakatan
internasional bahwa pada tanggal 1 Januari 2000 Indonesia sudah harus
menerapkan semua perjanjian-perjanjian yang ada dalam kerangka TRIPs (Trade
Related Aspects of Intellectual Property Right, Inculding Trade in Counterfeit
Good), penerapan semua ketentuan-ketentuan yang ada dalam TRIPs
tersebut adalah merupakan konsekuensi Negara Indonesia sebagai anggota
dari WTO (Word Trade Organization).
Pada tahun 1961 Indonesia mempunyai Undang-undang baru mengenai merek
perusahaan dan perniagaan LN. No. 290 Tahun 1961 dengan 24 pasal dan tidak
mencantumkan sanksi pidana terhadap pelanggaran merek. Dengan meningkatnya
perdagangan dan industri serta terbukanya sistem ekonomi yang dianut Indonesia
maka lahir berbagai kasus merek. Perkembangan sengketa merek di dunia semakin ramai yang khususnya menyerang
pemilik merek terkenal yang menimbulkan konflik dengan pengusaha lokal,
berbagai alasan yang menyebabkannya diantaranya :
1.
Terbukanya sistem ekonomi nasional,
sehingga pengusaha nasional dapat mengetahui dan memanfaatkan merek-merek
terkenal untuk digunakan dan didaftar lebih dulu di Indonesia demi kepentingan
usahanya.
2.
Pemilik merek terkenal belum atau tidak
mendaftarkan dan menggunakan mereknya di Indonesia.
Banyaknya sengketa merek
maka pada tahun 1987 pemerintah menetapkan Keputusan Menteri Kehakiman Republik
Indonesia No. M.01-HC.01.01 Tahun 1987 tentang “Penolakan Permohonan
Pendaftaran Merek yang mempunyai Persamaan dengan Merek Terkenal Orang lain”.
Dengan adanya aturan tersebut maka banyak sekali pemilik merek terkenal yang
mengajukan gugatan pembatalan mereknya dan banyak pula perpanjangan merek yang
ditolak oleh kantor merek dikarenakan mempergunakan merek orang lain. Keputusan
tersebut kemudian direvisi dengan Keputusan Menteri Kehakiman No. M.03-HC.02.01
untuk lebih memberikan perlindungan terhadap pemilik merek-merek terkenal.
Selama masa berlakunya UU No. 21 Tahun 1961, banyak sekali perkembangan dan
perubahan yang terjadi dalam dunia perdagangan, dimana norma dan tatanan dagang
telah berkembang dan berubah dengan cepat, hal tersebut menyebabkan konsepsi
yang tertuang dalam Undang-undang merek Tahun 1961 sudah sangat tertinggal jauh
sekali. Untuk mengantisipasi perkembangan tersebut maka pemerintah pada waktu
itu mengeluarkan UU No. 19 Tahun 1992 tentang merek (LN. No.81 Tahun 1992)
sebagai pengganti UU No.21 tahun 1961.
2.2 Jenis-jenis Merek
Menurut wikipedia, merek
dibagi menjadi 3 jenis, yaitu
1.
Merek Dagang
Merek dagang adalah
merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau
beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan
barang-barang sejenis lainnya.
2.
Merek Jasa
Merek jasa adalah merek
yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang
secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis
lainnya.
3.
Merek Kolektif
Merek kolektif adalah
merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama
yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama
untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya.
2.3 Fungsi Pendaftaran Hak Merek
Pendaftaran hak merek dapat diajukan oleh seseorang, beberapa orang dan
badan hukum. Berikut fungsi pendaftaran hak merek:
1.
Sebagai alat bukti bagi pemilik yang
berhak atas merek yang didaftarkan.
2.
Sebagai dasar penolakan terhadap merek
yang sama keseluruhan atau sama pada pokoknya yang dimohonkan pendaftaran oleh
orang lain untuk barang/jasa sejenis.
3.
Sebagai dasar untuk mencegah orang lain
memakai merek yang sama keseluruhan atau sama pada pokoknya dalam peredaran
untuk barang/jasa sejenis.
2.4 Penyebab Hak Merek Tidak
Dapat Didaftarkan
Menurut Wikipedia, berikut beberapa penyebab hak merek tidak dapat
didaftarkan:
1. Didaftarkan oleh pemohon yang tidak beritikad baik.
2. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas
keagamaan, kesusilaan, atau ketertiban umum.
3. Tidak memiliki daya pembeda
4. Telah menjadi milik umum
5. Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan
pendaftarannya (Pasal 4 dan Pasal 5 UU Merek).
BAB III
PEMBAHASAN
Kasus yang akan dibahas dalam bab ini terbagi menjadi dua macam, yaitu
kasus nasional dan kasus international. Berikut kasus-kasus yang pernah terjadi
mengenai hak merek.
3.1 Kasus Nasional
Kasus antara extra joss dan enerjos dimana pihak extra joss (PT. Bintang
Toedjoe) menggugat pihak enerjos (PT. Sayap Mas Utama (anak perusahaan Wings
Group)) ke pengadilan niaga Jakarta pusat untuk membatalkan merek enerjos.
Gugatan diajukan dengan mengacu pada ketentuan pasal 4 dan ayat (1) UU no
15/2001 tentang Merek, yang mana secara khusus melarang pendaftaran yang
diajukan atas itikad tidak baik dan perlindungan atas suatu merek terkenal. Dimana kedua produk ini merupakan
merek serupa, namun beda kemasan (“Extra Joss”: sachet, “Enerjos”: botol).
Serta tulisan “joss” ini telah didaftarkan dengan No. 383312 (15 agustus 1997)
untuk kelas 5 diperpanjang No. 312898 (16 Juli 2002). Jenis barang kelas 5
untuk produk makanan dan minuman kesehatan. Serta logo juga didaftarkan
(kepalan tangan berwarna kuning) dan juga mendaftarkan di 15 negara selain
Indonesia yaitu negara Asean, Jepang, U.S. Nigeria. Pemasarannya di mulai 1992
sedangkan kata ”joss” merupakan unsur substansial, berkonotasi energi dan
stamina. Sedangkan “Enerjos” telah didaftarkan pada 6 Juli 2000.
Berdasarkan dari pengadilan negeri niaga Jakarta pusat menurut para hakim
bahwa kata2 joss di dalam kedua produk ini memiliki kesamaan bunyi meskipun
essensial. Berdasarkan Profesor Anton M Moeliono, mengatakan bahwa kata jos
berasal dari bahasa jawa yang merupakan tiruan bunyi seperti pada ungkapan mak
jos (langsung masuk). Dalam bahasa Sunda juga dikenal kata jos dalam jos nojos
yang berarti memukul dengan kepalan tangan. Menurut profesor lingustik (ahli
bahasa) dari Universitas Indonesia dan Unika Atmajaya ini, Extra Joss melalui
produk minuman kesehatannya telah megubah makna kata jos tersebut menjadi
penambah vitalitas. Hal tersebut didukung juga oleh gambar kepalan tangan dalam
kemasan Extra Joss.
Dengan demikian, menurut Prof. Anton, jika ada produk sejenis (minuman
kesehatan) yang juga menggunakan kata jos maka akan timbul persepsi bahwa kedua
produk itu sama atau paling tidak diproduksi oleh pabrik yang sama. Lain halnya
jika kata jos itu digunakan untuk produk yang tidak sejenis, Selain itu
berdasarkan Pasal 6 ayat (1) UUM 15/2001: “….memilki persamaan pada pokoknya…”
dimana maksud persepsi dari kedua perusahaan itu tentang produk itu pada
dasarnya sama. Serta bila dilihat dari pendaftaran merek maka extra joss lah
yang lebih dulu dalam mendaftarkannya. Serta karena extra joss dinilai sebagai
merek terkenal dilihat dari “Reputasi & Promosi” dimana extra joss gencar
mengiklankan produknya bahkan mendatangkan Alexandro Del Piero sebagai
bintangnya, kemudian produk ini sangat terkenal dan distinctive karena orang
telah lama mengenal produk ini dan laku dipasaran sehingga nama,“Joss” telah
dikenal berhubungan dengan Bintang Toedjoe dan extra joss sehingga produk lain
yang memakai nama joss, masyarakat pasti mengira bahwa itu satu produk atau
satu perusahaan. Oleh karena itu pada tingkat pengadilan negeri niaga extra
joss dimenangkan namun pada tingkat pengadilan tinggi maupun kasasi dan
peninjauan kembali pihak enerjos dimenangkan. Pada PK extra joss menyebut dua
alasan pengajuan PK ke Mahkamah Agung tersebut. Pertama, adanya penggelapan
data berkaitan dengan jangka waktu mengajukan gugatan Pihak Extra Joss
dinyatakan telah melewati jangka waktu gugatan serta dianggap sebagai suatu
merek yang tidak terkenal. Alasan kedua mengajukan PK tersebut adalah adanya
novum (bukti-bukti baru). Novum tersebut berupa belanja iklan, bukti promosi
dan marketing antara 1997- 2000. atas alasan PK pertama pengacara dari pihak
extra joss mengatakan bahwa jangka waktu gugatan yang di ajukan dinyatakan sah
karena masih di bawah lima tahun. Di hitung sejak tanggal pendaftaran Extra
Joss pada 6 Juli 2000. Jadi seharusnya waktu kadaluwarsa adalah lima tahun
kemudian, namun pihak mereka mengajukannya pada 15 Februari 2005, kemudian atas
alasan PK kedua pihak extra joss tersebut adalah adanya novum bukti-bukti
baru). Novum tersebut berupa belanja iklan, bukti promosi dan marketing antara
1997-2000. Karena Hakim juga menyatakan Extra Joss sebagai barang tidak
terkenal, karena itu pihak extra joss mengajukan novum untuk membantahnya.
Untuk syarat suatu produk dinyatakan terkenal maka harus di uji apakah ada
investasi di luar negeri, adanya promosi besar-besaran serta produk tersebut
dikenal khalayak atau tidak.
Extra Joss sudah didaftarkan pada Direktorat Merek pada 1992,
diterima pada 1995 dan diperpanjang pada 2002. Selain di Indonesia, produk
Extra Joss juga dikena luas di Filipina, Malaysia, Hongkong serta beberapa
negara Afrika. Maka dengan demikin extra joss suda memenuhi syarat unruk
dikatakan sebagai merek terkenal.
Dalam pengajuan PK
ini, pihak Extra Joss memohon Majelis Hakim Agung memberi putusan menerima
permohon PK dan membatalkan Putusan no. 28 K/N/HaKI/2005.
Ada beberapa implikasi bila Enerjos menang di tingkat kasasi. Pertama,
setiap merek yang menggunakan kata Jos dengan satu huruf s atau banyak, atau
Joss atau sama bunyinya, akan legal sebagai public domain atau milik
masyarakat. Siapa pun boleh memakainya. Kedua, akan ada pertentangan antara
praktisi hakim dan pemilik merek- merek besar. Ini karena UU 15/2004 bisa
diinterpretasikan berbeda-beda. Ketiga, akan ada keraguan pengusaha
berinvestasi merek karena tidak adanya kepastian soal meniru dan tidak meniru.
Berdasarkan itu mungkin pertimbangan hakim sehingga Extra Joss kalah karena
selain para hakim agung beranggapan Joss adalah milik masyarakat, juga karena
kemasan Enerjos adalah botol bukan sachet. Oleh karena pertimbangan itulah maka
gugatan dari extra joss tidak dikabulkan.
3.2 Kasus International
Meski memang sudah terdapat
regulasi yang mengatur mengenai merek. Tetapi dalam penegakannya dan
pelaksanaannya dilapangan tidak bisa lepas dari persengketaan. Dalam kasus
sengketa merek “LOTTO” misalnya oleh perusahaan Singapura dan pengusaha
Indonesia. Kasus ini terjadi antara Newk Plus Four Far East (PTE) Ltd yang
dimana adalah pemakai pertama merek “LOTTO” untuk barang-barang seperti pakaian
jadi, kemeja, baju kaos, jaket, celana panjang, rok span, tas, koper, dompet,
ikat pinggang, sepatu, sepatu olah raga, baju olah raga, kaos kaki olah raga,
raket, bola jaring (net), sandal, selop, dan topi, dengan Hadi Darsono seorang
pengusaha dari Indonesia yang produk handuk dan sapu tangannya yang juga
menggunakan nama “LOTTO” sebagai merek. Merasa dirugikan akibat kesamaan merek
perusahaan LOTTO Singapura pun membawa masalah persengketaan ini ke Pengadilan
Negeri.
Atas kasus ini memang merek tidak
hanya berperan sebagai pengenal tetapi harus juga sebuah simbol atau tanda yang
membedakan dengan jelas antara satu dengan yang lainnya. Maka seharusnya sebuah
merek itu memiliki suatu ciri khusu yang identik dengan kepribadiannya dan
memang terlahir baru. Buka sebuah merek yang diperbaharui atau sesuatu produk
gagal yang diperbaiki menjadi lebih baik. Pemakaian sebuah merek tidak hanya
sebatas untuk meraup keuntungan. Merek memiliki tujuan lain yang tidak hanya
bisa dipandang dari segi ekonomi. Merek juga memiliki peran untuk memperlancar
kegiatan perdagangan barang atau jasa untuk melaksanakan pembangunan. Untuk
diperlukan perlindungan merek agar tidak membuat aktifis plagiarisme semakin
gencar dengan praktek kotornya. Karena pada dasarnya perlindungan merek tidak
hanya untuk kepentingan pemilik merek saja akan tetapi juga untuk kepentingan
masyarakat luas sebagai konsumen.
Aktifis plagiarisme tidak hanya terjadi di Indonesia masalah mengenai perlindungan merek juga
marak terjadi diberbagai negara. Keuntungan yang didapatkan dengan cara yang
tidak sulit mendorong sebuh merek untuk ditiru atau numpang tenar layaknya
seorang artis. Peniruan merek terkenal marak terjadi memang dilandasi oleh
“itikad tidak baik”. Semata-mata tujuannya hanyalah materi, memperoleh
keuntungan dengan nebeng dengan popularitas sebuah merek. Perlakuan yang
seperti ini memang tidak seharusnya dan tidak selayaknya untuk mendapatkan
perlindungan hukum. Perlindungan terhadap merek terkenal dapat dilakukan dengan
berbagai cara. Selain dibutuhkan respon serta inisiatif pemilik merek, dapat
juga dilakukan oleh kantor merek dengan menolak permintaan pendaftaran merek
yang sama atau mirip dengan merek terkenal.
Ada beberapa hal yang patut diperhatikan
yaitu :
- Tidak mengatur definisi dan kriteria merek terkenal.
- Penolakan atau pembatalan merek, atau larangan penggunaan merek yang merupakan reproduksi, tiruan atau terjemahan yang dapat menyesatkan atas suatu barang atau jasa yang sama atau serupa apabila perundang-undangan negara tersebut mengatur atau permintaan suatu pihak yang berkepentingan.
- Gugatan pembatalan dapat diajukan sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dari pendaftaran, namun tidak ada jangka waktu apabila pendaftaran itu dilakukan dengan itikad tidak baik.
Terhadap perlindungan merek terkenal dalam
UU No. 15 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1997
tentang merek diatur dalam pasal 6 ayat 1 (b), ayat 2 ayat 3 (a) yang berbunyi
:
Pasal 6 :
1) Permohonan
harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila merek tersebut:
- Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan atau jasa sejenisnya.
2) Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf (b) dapat pula diberlakukan terhadap
barang dan atau jasa yang tidak sejenis sepanjang memenuhi persyaratan tertentu
yang akan ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
3) Permohonan juga
harus ditolak oleh Direktur Jenderel apabila Merek tersebut:
a.
Merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang
dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak.
Kemudian penjelasan pasal tersebut di atas
menyatakan :
Pasal 6 ayat (1) Huruf b :
Penolakan permohonan yang mempunyai
persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan merek terkenal untuk barang
dan atau jasa yang sejenis dilakukan dengan memperhatikan pengetahuan
umum masyarakat mengenai Merek tersebut di bidang usaha yang bersangkutan.
Disamping itu, diperhatikan pula reputasi Merek terkenal yang diperoleh karena
promosi yang gencar dan besar besaran, investasi di beberapa Negara di dunia
yang dilakukan oleh pemiliknya, dan disertai bukti pendaftaran Merek tersebut
di beberapa Negara. Apabila hal-hal di atas belum dianggap cukup, Pengadilan
Niaga dapat memerintahkan lembaga yang bersifat mandiri untuk melakukan survey
guna memperoleh kesimpulan mengenai terkenal atau tidaknya Merek yang menjadi
dasar penolakan.
Pasal 6 Ayat (2) :
Cukup jelas
Pasal 6 Ayat (3) Huruf a :
Yang dimaksud dengan nama badan hukum
adalah nama badan hukum yang digunakan sebagai Merek dan terdaftar dalam daftar
Umum Merek.
Dari ketentuan diatas dapat ditentukan
kriteria-kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan keterkenalan suatu
merek terkenal yaitu :
- Pengetahuan masyarakat yang relevan terhadap merek.
- Pengetahuan masyarakat terhadap promosi merek.
- Didaftar oleh pemiliknya diberbagai negara.
Selain perlindungan yang telah diatur
dalam pasal 6 ayat 1 (b), ayat 2 dan ayat 3 (a) UU No. 15 Tahun 2001,
sebetulnya bagi siapa saja yang dengan sengaja mempergunakan merek milik orang
lain dapat dikategorikan telah melakukan sesuatu kejahatan dan diancam
dengan pidana penjara maupun denda sebagaimana diatur dalam pasal 90, 91, 92,
93, dan 94 Undang undang No. 15 Tahun 2001.
Analisis kasus dikaitkan dengan kasus yang ada suatu merek
tidak dapat didaftar atas dasar permohonan yang diajukan pemohon yang beritikat
tidak baik dan pemohon ada niat dan sengaja untuk meniru, membonceng atau
menjiplak ketenaran merek lain demi kepentingan usahanya yang mengakibatkan
menimbulkan kerugian pihak lain atau menyesatkan konsumen. Pemohon adalah pihak
yang mengajukan permohonan. Permohonan yaitu permintaan pendaftaran merek yang
diajukan secara tertulis kepada Direktorat Jenderal. Direktorat Jenderal adalah
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang berada di bawah departemen
yang dipimpin oleh Menteri.
Pendaftaran suatu merek berfungsi sebagai
berikut :
- Untuk barang bukti bagi pemilik yang berhak atas merek yang terdaftar,
- Dasar penolakan terhadap merek yang sama keseluruhannya atau sama pada pokoknya yang dimohonkan oleh permohonan lain untuk barang / jasa sejenis,
- Sasar untuk mencegah orang lain memakai merek yang sama keseluruhan atau sama pada pokoknya dalam peredaran untuk barang/ jasa sejenis.
Syarat dan Tata cara Permohonan
Pendaftaran Merek menurut Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek
terdapat pada pasal 7 yaitu :
- Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Direktorat Jenderal dengan mencantumkan :
- Tanggal, bulan, dan tahun;
- Nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat Pemohon;
- Nama lengkap dan alamat Kuasa apabila Permohonan diajukan melalui Kuasa;
- Warna-warna apabila merek yang dimohonkan pendaftarannya menggunakan unsur-unsur warna;
- Nama negara dan tanggal permintaan Merek yang pertama kali dalam hal Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas.
- Permohonan ditandatangani Pemohon atau Kuasanya.
- Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat terdiri dari satu orang atau beberapa orang secara bersama, atau badan hukum.
- Permohonan dilampiri dengan bukti pembayaran biaya.
- Dalam hal Permohonan diajukan oleh lebih dari satu Pemohon yang secara bersama – sama berhak atas Merek tersebut, semua nama Pemohon dicantumkan dengan memilih salah satu alamat sebagai alamat mereka.
- Dalam hal Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Permohonan tersebut ditandatangani oleh salah satu dari Pemohon yang berhak atas Merek tersebut dengan melampirkan persetujuan tertulis dari para Pemohon yang mewakilkan.
- Dalam hal Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diajukan melalui Kuasanya, surat kuasa untuk itu ditandatangani oleh semua pihak yang berhak atas Merek tersebut.
- Kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (7) adalah Konsultan Hak Kekayaan Intelektual.
- Ketentuan mengenai syarat-syarat untuk dapat diangkat sebagai Konsultan Hak kekayaan Intelektual diatur dengan Peraturan Pemerintah, sedangkan tata cara pengangkatannya diatur dengan Keputusan Presiden.
Di dalam kasus “LOTTO” ini, “LOTTO”
Singapura memiliki bukti. Memiliki nomor pendaftaran merek dari Direktorat
Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman dengan pendaftaran No. 137430, yang
diajukan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Terdapat kelalaian yang
dilakukan oleh Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman dengan
memberikan nomor pendaftaran juga kepada “LOTTO” Indonesia.
Setelah pengajuan
perkara “LOTTO” Singapura ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan
alasan bukti kasus tersebut tidak kuat, akhirnya “LOTTO” Singapura mengajukan
permohonan kasus kepada Mahkamah Agung. Tidak hanya menuntut “LOTTO” milik Hadi
Darsono ( Tergugat I ), mereka juga menuntut Direktorat Paten dan Hak Cipta
Departemen Kehakiman bagian merek ( Tergugat II ) karena telah lalai memberikan
nomor pendaftaran merek kepada perusahaan yang namanya sama tetapi berbeda
usaha barangnya setelah perusahaan pertama mendaftarkan mereknya kepada
Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman.
Terdaftarnya suatu merek
dagang pada Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman dapat
dibatalkan oleh Hakim bilamana merek ini mempunyai persamaan baik dalam tulisan
ucapan kata, maupun suara dengan merek dagang yang lain yang sudah terlebih
dulu dipakai dan didaftarkan, walaupun kedua barang tersebut tergolong tidak
sejenis terutama bila hal tersebut berkaitan dengan merek dagang yang sudah
terkenal didunia internasional.
Dalam kasus ini Mahkamah Agung konsisten
pada putusannya dalam perkara merek terkenal Seven Up – LANVIN – DUNHILL: MA-RI
No. 689 K/SIP/1983 dan MA-RI No. 370 K/SIP/1983, yang isinya sebagai berikut:
Suatu pendaftaran merek dapat dibatalkan karena mempunyai persamaan dalam
keseluruhan dengan suatu merek yang terdahulu dipakai atau didaftarkan,
walaupun untuk barang yang tidak sejenis, terutama jika menyangkut merek dagang
terkenal. Pengadilan tidak seharusnya melindungi itikad buruk Tergugat I.
Tindakan Tergugat I, tidak saja melanggar hak Penggugat tetapi juga melanggar
ketertiban umum di bidang perdagangan serta kepentingan khalayak ramai.
Setelah memeriksa
perkara ini Mahkamah Agung dalam putusannya berpendirian bahwa judex facti
salah menerapkan hukum, Pengadilan Negeri mengesampingkan kenyataan bahwa
Penggugat adalah pemakai pertama dari merek LOTTO di Indonesia. Ini merupakan
syarat mutlak untuk mendapatkan perlindungan hukum menurut UU Merek No. 21
tahun 1961. Sementara itu, Tergugat I tidak dapat mengajukan bukti-bukti yang
sah dengan tidak dapat membuktikan keaslian bukti-bukti yang diajukannya. Sehingga
putusannya harus dibatalkan selanjutnya, Mahkamah Agung akan mengadili sendiri
perkara ini. Pendirian Mahkamah Agung tersebut di dasari oleh alasan juridis
yang intinya sebagai berikut :
- Newk Plus Four Far East Ltd, Singapore telah mendaftarkan merek LOTTO di Direktorat Paten & Merek Departemen Kehakiman RI tanggal 29/6/1976 dan 4-3-1985.
- Merek “LOTTO” secara umum telah terkenal di kalangan masyarakat sebagai merek dagang dari luar negeri. Merek tersebut mempunyai ciri umum untuk melengkapi seseorang yang berpakaian biasa atau berkaitan olah raga beserta perlengkapannya.
- Merek “LOTTO”, yang didaftarkan Tergugat I adalah jenis barang handuk dan saputangan, pada 6 Oktober 1984.
- Mahkamah Agung berpendapat, walaupun barang yang didaftarkan Tergugat I berbeda dengan yang didaftarkan Penggugat, tetapi jenis barang yang didaftarkan Tergugat I tergolong perlengkapan berpakaian seseorang. Dengan mendaftarkan dua barang yang termasuk dalam kelompok barang sejenis kelengkapan berpakaian seseorang dengan merek yang sama, dengan kelompok barang yang telah didaftarkan lebih dahulu, Mahkamah Agung menyimpulkan Tergugat I ingin dengan mudah mendapatkan keuntungan dengan cara menumpang keterkenalan satu merek yang telah ada dan beredar di masyarakat. Hal ini berarti Tergugat I dalam prilaku perdagangannya yaitu menggunakan merek perniagaan yang telah ada merupakan perbuatan yang bersifat tidak jujur, tidak patut atau tidak mempunyai itikad baik.
Dengan pertimbangan tersebut di atas,
akhirnya Mahkamah Agung memberikan putusan yang amarnya sebagai berikut:
- Mengadili:
- Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
- Mengadili Sendiri :
- Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya.
- Menyatakan Penggugat sebagai pemakai pertama di Indonesia atas merek dagang “LOTTO” dan oleh karena itu, mempunyai hak tunggal/khusus untuk memakai merek tersebut di Indonesia.
- Menyatakan bahwa merek “LOTTO” milik Tergugat I yaitu yang didaftarkan pada Tergugat II dengan nomor registrasi 87824 adalah sama dengan merek Penggugat baik dalam tulisan, ucapan kata, maupun suara, dan oleh karena itu dapat membingungkan, meragukan serta memperdaya khalayak ramai tentang asal-usul dan kualitas barang.
- Menyatakan pendaftaran merek dengan registrasi 187824 dalam daftar umum atas nama Tergugat I batal, dengan segala akibat hukumnya.
- Memerintahkan Tergugat II untuk mentaati putusan ini dengan membatalkan pendaftaran merek dengan nomor registrasi 197824 dalam daftar umum.
BAB
IV
PENUTUP
4.1 Saran
Berikut saran yang
diberikan kelompok untuk masing-masing kasus yang telah dibahas sebelumnya:
1.
Kasus hak merek antara extrajoss dengan
enerjos adalah seharusnya pihak dari enerjos, tidak mengikuti nama yang sama
dengan merek yang sudah ada sebelumnya. Selain itu, pihak dari enerjos mungkin
harus lebih kreatif memilih nama merek. Dengan demikian, masyarakat/konsumen
yang membeli/memakai produk tersebut, tidak keliru dengan pihak yang
sebelumnya. Di sisi lainnya, pemerintah juga harus lebih selektif dalam
perizinan. Karena seharusnya pemerintah tidak mengeluarkan izin terhadap produk
enerjos yang mempunyai nama merek sama dengan extrajoss.
2.
Menentukan sebuah keputusan para aparat
hukum dalam kasus ini Pengadilan Negeri hendaknya bersikap lebih bijak dalam
menentukan keputusan hukuman. Perlu sebuah pertimbangan yang matang sebelum
memberikan keputusan bahwa Hadi Dasono tidak bersalah. Karena Pengadilan Negeri
tidak melihat alasan yang tidak baik dari Hadi Darsono yaitu untuk mengambil
keuntungan yang dapat ia peroleh dari penjualan produk-produk “LOTTO” dengan
menjual ketenaran nama “LOTTO” tersebut. Sebab tidak sepenuhnya kesalahan dari
Hadi Darsono sebab kekeliruan dari Bagian Direktorat Paten dan Hak Cipta
Departemen Kehakiman yang kurang teliti. Bagian Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman harusahnya lebih
teliti dalam memeriksa data-data merek yang ada. Agar tidak mengalami kesalahan
yang sama lagi. Karena jika hal ini terus menerus terjadi akan menggangu
ketertiban perdagangan yang berada di Indonesia. Agar meminimalisir bahkan
menghilangkan kesalahan serta kecurangan atas merek di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Http://nurjannah.staff.gunadarma.ac.id
R, Djubaedillah. 2003. Sejarah,
Teori dan Praktek Hak Milik Intelektual di Indonesia. Bandung: Citra
Aditya Bakti.